Sunday, September 10, 2006

...am dreaming...

JJ is currently listening to Michael Buble's remake of "Dream A Little Dream".

Damn. What a weather.
Di sore hari menjelang malam yang panasnya ampun dijey ini, ijinkan saya bercerita sedikit.
Pernah denger istilah social climber, guys?

Jadi begini. Salah satu bagian dari keluarga besar bokap gue lagi dalam keadaan in trouble financially, meaning to say lagi kesulitan dalam hal ekonomi alias keuangan. I am NOT going to mention names or dangerous clues here, tapi intinya adalah, masalah keuangan mereka tuh udah sampe tahap dimana salah satu mobil usaha mereka yang dibeli dengan cara kredit harus disita gara-gara mereka nggak mampu bayar cicilannya, dan mereka kalang-kabut minta bantuan seluruh anggota keluarga besar buat ngebayarin sisa cicilan tuh mobil yang bunga kreditnya ajubileh.

Okay. Sampai disini masalahnya masih cukup menggerakkan hati.
Tapi, sebenernya ada rentetan masalah lain yang akhirnya mengarah ke sini.

Keluarga yang gue maksud ini memang nggak pernah jadi keluarga yang mapan, dalam arti dari dulu nggak pernah bisa hidup benar-benar berkecukupan. Penghasilan nggak tetap, sementara kebutuhan banyak. Mepet-mepet lah, istilahnya. Walaupun begitu, paling nggak mereka masih cukup makan dan punya tempat tinggal yang merangkap tempat usaha, gitu. Latar belakang sampai disitu.

Terus, usut punya usut, makin lama koq gaya hidup mereka makin menyilaukan, ya? Dua orang sepupu gue sukses punya gadget termutakhir yang even gue aja nggak punya, plus hape keluaran terbaru, dan masing-masing dibeliin motor keren yang tiap hari mampang di iklan TV. Note it, guys. Masing-masing dibeliin motor, yang artinya total ada dua motor teranyar yang dibeliin buat mereka.
Salah satu yang udah kuliah bisa asyik ngambil Public Relations di London School yang notabene adalah salah satu universitas bonafide ber-tuition fee mahal dengan kurs Poundsterling. Sementara nyokapnya sibuk bisnis kesana-sini, telepon-telepon dengan hape yang silih berganti.

Terus, bukan salah gue dong kalo lama-lama gue mulai bertanya-tanya, darimana dapet duit buat beli segala macem barang-barang tersier itu?

Nah, usut punya usut, ternyata barang-barang tersebut dibeli dengan jalan pintas alias ngutang dan kredit. Nggak tanggung-tanggung, kreditnya sama bank yang seperti kita semua tahu bunga kreditnya lebih tinggi dari Monas *hiperbola mode: ON*. Hampir semua kebutuhan mewah itu didapet dengan cara ini, dan pada akhirnya yah, as well as can be expected, mereka megap-megap nggak mampu bayar.

Secara tiga hape, beberapa gadget, dua motor, dan satu mobil, gitu... Dengernya aja gue udah cape banget dah... Swt *garuk-garuk kepala*

Okay. Gue nggak mau subjektif, tapi gimana? Nggak bisa juga gue bilang tindakan mereka itu bener, guys. Bingung aja. And this is when the name social climber comes to mind. Gue baru tau aja kalo social climbers macem mereka tuh bisa ngerelain segala cara cuma buat bisa nyamain kondisi lingkungan mereka, dan jadi keliatan setingkat sama surroundings, even though that means mengorbankan segala hal dan kesusahan setengah mati. Soalnya pas ditanya kenapa mereka sampe mau meres keringat beli segala macem barang tersebut, mereka implicitly ngaku kalau semata-mata buat prestige aja. Biar nggak dipandang rendah sama orang-orang disekitar mereka.

How ironic.

Whew. Bukannya apa-apa ya, tapi status itu nggak bisa didapet cuma lewat jalan pintas. Harus ada effort-nya. Dan bukan berarti kalo lo dah ngerasa cukup, lo bisa leha-leha. I don't mean to be narcissistic or anything, tapi even gue aja selalu ngerasa butuh ngelakuin sesuatu dulu sebelum bisa ngedapetin apa yang gue mau. Kerja di Warta Kota, misalnya, dan gajinya gue pake buat nambahin duit jajan. Atau sekali-sekali nyanyi di event-event. Apapun bentuknya, walaupun kecil, gue selalu lakuin. Nggak mau selamanya minta duit ke ortu buat menuhin keinginan sendiri, itu kan namanya ngerugiin pihak lain demi memuaskan hasrat pribadi. Right?

Gue nggak ngerti aja gimana bisa sodara-sodara gue tercinta itu ngoyo ngedapetin status, dan seenaknya males-malesan tanpa ada usaha, maunya tinggal terima gaji dan jreng!! datanglah uang. Mbok ya sadar diri dong, kalau tau kekurangan ya kerja, jangan malah kuliah nggak tentu dan seneng-seneng melulu. Ato mungkin cuma bisa kelayapan ajah dengan duit yang nggak jelas darimana. Giliran nggak sanggup bayar utang, maunya minta duit ke sodara-sodara dengan gratis, nggak mau bayar gantinya ato usaha sendiri.

Instead of minta duit, kan bisa tuh dijualin dulu gadget-gadget yang sebenernya nggak terlalu diperluin banget. Atau salah satu motor, misalnya. Kalau ntar masih belum cukup juga, baru minta bantuan orang lain buat nutup kekurangannya. Bukannya jadi rakus mau semuanya tanpa mau sacrifice apa-apa. Iya nggak sih???

Aduh. Udah ah, lama-lama jadi emosi. Bisa-bisa gue dihujat nantinya.
Sekian omelan JJ hari ini.

Tiga hari menuju Bandung!! Yay.

PS: Tadi sore, pas gue mau pulang dari closing ceremony Smukie Cup, supir gue cerita kalo satpam-satpam sekolah lagi sibuk ngegosipin tentang artis yang bakal jadi puncak acara penutupan hari ini. Ada yang bilang artisnya bakal jadi kejutan besar yang tak akan terlupakan, ada lagi yang bilang kalo artisnya dari luar negeri, dan tampilnya sore-sore karena harus dijemput dulu dari bandara. Supir gue dengan polosnya nanya ke gue: "Sebenernya artisnya itu siapa sih, Je?" dan gue sambil setengah mati nahan ketawa jawab: "Clubeighties..."

Hahahahahahahahahaha. *ngakak sampe guling-guling*
Paaaaassstiiii Clubeighties dari luar negeri.

Buh-bye dahhhhhhhhllllllliiiiiinnnn'... *winks*

1 comment:

Anonymous said...

everything must be earned by effort... I agree with that... but I wander... if there's unworthed effort??? 'coz seems to me that people around who do less effort or no effort at all sometimes earn more... *confuse*